Short Story: Romance

A Letter

     Seorang wanita terbangun dari tidurnya, cahaya rembulan masuk ke cela-cela jendela yang membuat ruangan yang ditempatinya sedikit terang. Ia membuka jendela kamarnya, merasakan hembusan angin malam yang dingin. Tiba-tiba ia mendengar alunan-alunan yang sendu namun sangat lembut jika didengar secara seksama. Ia mencari-cari asal suara itu, ia menyadari asal suara itu berasal disebelah kamarnya. Ia duduk di tepi jendela itu dan sedikit mencondongkan tubuhnya menghadap ke kamar sebelahnya tepatnya kamar tetangganya.

     Alunan itu sangat merdu, sampai ia tak sadar jika ada seseorang mengetuk pintu apartementnya. Wanita itu bergegas menggapai pintu masuk-keluar apartementnya. Saat ia buka pintu, lantunan musik itu telah berhenti, hanya kesunyian yang terasa saat ini. Ia melangkah keluar, melihat sekitar tak ada orang yang terlihat. Ia berpikir mungkin itu hanya ilusinya saja. Saat ia masuk kembali, ia merasa merasa menginjak sesuatu. Ternyata setangkai bunga mawar merah dan sebuah surat yang sudah lusuh. Ia mengambilnya dan membaca surat itu masih dengan berdiri didepan pintunya.

     Tiba-tiba ada suara seseorang melangkah, wanita itu mendapatkan seluit seorang pria yang mengarah ke lantai atas, yang dimana lantai atas itu adalah atap. Karena ia penasaran, ia mengikuti seluit itu. Saat ia tiba diatap. Ia menemukan seorang pria sedang berdiri diluar pembatasan atap. Wanita itu berlari menggapai pria itu, tapi pria itu sudah membalikkan badannya dan terlihat senyuman. Ia bisa melihat senyuman itu adalah senyuman yang tersirat kesedihan. Malam ini, rembulan terang, awan-awan bergerak perlahan, bintang-bintang bertebaran dilangit dan juga angin malam yang berhembus menusuk kulit wanita. Itulah para saksi yang melihat dua insan yang bersedih, sang wanita menangis berusaha menggapai pria itu sedangkan sang pria menerjunkan dirinya dengan senyuman yang memilukan. Wanita itu sangat mengenali wajah pria itu.

Tiba-tiba, wanita itu membuka matanya yang telah berair dan tumpah ke pipinya, mengalir dingin jatuh hingga meninggalkan jejak tetasan air matanya. Ia melihat sekelilingnyan, saat ini ia berada dikamar. Ternyata hanya mimpi, namun sangat nyata. Lucid dream, pikirnya. Ia membuka jendela kamarnya karena merasakan hawa yang panas dikamarnya. Ia menikmati rasa angin malam yang berhembus sepoi-sepoi. Ia tersadar ada sebuah surat dan setangkai bunga mawar yang terselip di jendela. Mengambilnya dan teringat hal ini dimimpinya. Ia pun membacanya dengan seksama.


My Dear,
Halo? Apa kabar? aku disini baik-baik saja. Aku memberikan setangkai bunga mawar, apa kau suka? aku harap begitu. Apa kau dengar alunan-alunan merdu itu? aku yang memainkannya dan aku harap menyukainya. Hey ... Jangan sedih. Kau bisa menjadi jelek dengan wajah sedihmu itu. 

Aku ada permintaan untukmu. Maukah kau melupakanku? ... mungkin sulit untukmu, tapi aku yakin kau mampu melupakanku. Aku tak bisa lagi bersamamu. Alasannya, aku tak bisa menahan penyakit ini lagi. Aku dan kau harus akhiri ini semua. Tapi ini bukanlah sebuah akhir untuk selamanya ataupun perpisahan. Aku sangat yakin, kelah Tuhan akan mempertemukan kita kembali saat disurga-Nya nanti. Maaf dan terima kasih atas semuanya.


Your dear, Wanvisa.



     Wanita itu menangis dalam kesedihan dan keperihan saat ia tahu, bahwa kekasihnya meninggalkannya didunia dalam rasa rindu yang mendalam terhadap kekasihnya. Namun, ia bersumpah akan bahagia selama ia hidup dan ia juga yakin pada Tuhan akan memepersatukannya pada kekasihnya kelak.

-The End-

Komentar

Postingan Populer